Malang, 7 Februari 2025 – SMP Islam Sabilurrosyad terus berupaya meningkatkan kualitas tenaga pendidiknya melalui Komunitas Belajar Guru, yang kali ini mengangkat tema “Meningkatkan Kemampuan Bahasa Melalui Interaksi dan Corrective Feedback”. Kegiatan ini dipandu oleh Mr. Slamet Mudofar, guru Bahasa Inggris, yang berbagi wawasan dan strategi dalam pembelajaran bahasa yang efektif.
Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh guru SMP Islam Sabilurrosyad dan dimulai pada pukul 12.30 WIB di Meeting Room Spesga. Dalam sesi ini, Mr. Slamet Mudofar menekankan pentingnya interaksi dalam pembelajaran bahasa, baik bagi siswa maupun guru. Menurutnya, berbicara dan berlatih secara aktif dalam bahasa yang dipelajari adalah kunci utama dalam peningkatan keterampilan berbahasa.
“Belajar bahasa tidak cukup hanya memahami teori, tetapi harus dipraktikkan dalam percakapan sehari-hari. Interaksi yang berkelanjutan akan membantu meningkatkan kefasihan dan kepercayaan diri dalam berbahasa,” ujar Mr. Slamet Mudofar.
Sebelum memaparkan materi tentang corrective feedback, Mr. Slamet Mudofar terlebih dahulu mengajak para guru untuk berpartisipasi dalam forum diskusi daring menggunakan Padlet, sebuah platform interaktif yang memungkinkan pengguna berbagi ide secara real-time.
Dalam Padlet tersebut, beliau menampilkan sebuah skenario pembelajaran bahasa di mana seorang siswa melakukan beberapa kesalahan dalam berbicara atau menulis. Para guru diminta untuk mengomentari dan memberikan solusi terhadap kesalahan tersebut berdasarkan pengalaman mereka dalam mengajar.
“Bagaimana cara terbaik kita memberikan koreksi kepada siswa tanpa membuat mereka kehilangan rasa percaya diri?” tanya Mr. Slamet Mudofar kepada para peserta.
Melalui Padlet, para guru dapat menuliskan pendapat mereka, membaca tanggapan rekan sejawat, dan berdiskusi secara terbuka tentang metode koreksi yang paling efektif.
Para guru tampak antusias dalam memberikan tanggapan. Beberapa dari mereka langsung memberikan koreksi eksplisit, sementara yang lain memilih metode umpan balik tidak langsung agar siswa dapat menemukan kesalahannya sendiri.
Seorang peserta, Ibu Zuli, menulis dalam Padlet:
“Saya biasanya langsung mengoreksi dengan memberi tahu siswa bentuk yang benar. Tapi setelah berdiskusi ini, saya sadar ada banyak cara lain yang bisa lebih efektif.”
Sementara itu, Bapak Irwan berpendapat:
“Saya lebih suka menggunakan metode ‘elicitation’, di mana saya memberi petunjuk tanpa langsung memberitahu jawaban. Dengan cara ini, siswa bisa berpikir dan belajar lebih aktif.”
Setelah sesi diskusi di Padlet, Mr. Slamet mengajak para guru untuk melakukan praktik langsung dalam interaksi berbahasa. Namun, sebelum menggunakan bahasa asing, beliau terlebih dahulu memberikan tantangan kepada para guru untuk berdialog menggunakan bahasa Malangan, sebuah bahasa khas yang sering digunakan oleh masyarakat Malang dengan pola pembalikan suku kata.
“Sebelum kita membahas corrective feedback lebih lanjut, mari kita coba latihan berbicara dengan cara yang berbeda. Saya ingin bapak dan ibu guru berdialog menggunakan bahasa Malangan. Siapa yang berani mencoba?” ujar Mr. Slamet dengan penuh semangat.
Para guru pun tertawa dan mulai berinteraksi satu sama lain dengan mencoba menyusun kalimat dalam bahasa Malangan. Beberapa guru yang sudah terbiasa langsung fasih berbicara, sementara yang lain masih mencoba memahami pola bahasa tersebut.
Setelah latihan bahasa Malangan, Mr. Slamet menghubungkannya dengan strategi corrective feedback dalam pembelajaran bahasa asing. Ia menekankan bahwa dalam mengajarkan bahasa baru, guru harus menciptakan suasana yang mendukung dan tidak membuat siswa takut untuk berbicara.
“Sama seperti saat kita mencoba berbicara dalam bahasa Malangan tadi, ada yang masih bingung, ada yang takut salah, dan ada yang sudah lancar. Begitu pula saat siswa belajar bahasa asing. Peran kita sebagai guru adalah memberikan umpan balik yang membangun agar mereka semakin percaya diri,” jelasnya.
Mr. Slamet Mudofar kemudian memaparkan enam teknik corrective feedback, yaitu Explicit Correction, Recast, Clarification Request, Metalinguistic Feedback, Elicitation, dan Repetition.
Beliau menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing teknik, serta bagaimana cara menggunakannya sesuai dengan konteks pembelajaran dan karakter siswa.
Kegiatan Komunitas Belajar Guru kali ini tidak hanya memperkaya wawasan guru dalam strategi pembelajaran bahasa, tetapi juga memberikan pengalaman langsung dalam interaksi berbasis komunikasi nyata. Dengan pendekatan interaktif dan menyenangkan, para guru diharapkan dapat menerapkan metode ini di kelas mereka, sehingga siswa lebih aktif dalam berbahasa.
Kegiatan ditutup dengan diskusi ringan dan refleksi dari para guru, yang menyatakan bahwa metode ini sangat menarik dan inspiratif. Para peserta pun berharap ada sesi lanjutan dengan praktik lebih mendalam dalam penerapan interaksi bahasa di kelas.